WAHABI SALAFI KHAWARIJ
BUKTI NEO KHAWARIJ itu adalah WAHABI |
IMAM
IBN ABIDIN adalah seorang ulama yang sangat terkenal
dalam dunia Islam sebagai pen-tahqiq MADZHAB HANAFI
dan MUFTI BESAR KERAJAAN UTSMANIYAH.
Beliau sempat menyaksikan kebangkitan gerakan
WAHABI di zamannya.
dalam dunia Islam sebagai pen-tahqiq MADZHAB HANAFI
dan MUFTI BESAR KERAJAAN UTSMANIYAH.
Beliau sempat menyaksikan kebangkitan gerakan
WAHABI di zamannya.
Beliau menggambarkan kedudukan gerakan WAHABI sebagai satu gerakan KHAWARIJ yang mudah mengkafirkan umat Islam dan membunuh Ulama’ Ahli Sunnah Waljama’ah. Siapa pun yang mengetahui konsep tauhid WAHABI secara terperinci, maka dia akan menyadari kenapa tindakan menghukumi orang lain sebagai syirik atau kafir mudah berlaku dalam gerakan ini.
Kitab yang berjilid-jilid ini bertajuk “RAAD AL-MUHTAR 'ALA AL-DURR AL-MUKHTAR’ yang ARTINYA “Mengembalikan Orang Yang Keliru atas Mutiara Terpilih”, dan dikarang oleh Imam Ibn Abidin. Kitab ini merupakan antara kitab fiqh mu’tamad dalam mazhab Hanafi.
Sedikit Terjemahan pada scan kitab yang bergaris merah sbb:
Bab: Berkenaan Pengikut-pengikut Muhammad Ibn Abdul Wahhab, Golongan Khawarij Dalam Zaman Kita.
…sebagaimana yang berlaku pada masa kita ini pada pengikut Muhammad Ibn
Abdul Wahhab yang keluar dari NAJD dan menaklukkan al-Haramain (Mekah
dan Madinah) dan mereka bermazhab dengan mazhab al-Hanbali tetapi mereka
beri’tikad bahwa hanya mereka sajalah orang Islam dan orang-orang yang
bertentangan akidah dengan mereka adalah kaum Musyrik. Dengan ini mereka
pun menghalalkan pembunuhan Ahli Sunnah dan pembunuhan ulama-ulama
mereka sehingga Allah SWT mematahkan kekuatan mereka dan memusnahkan
negeri mereka dan tentara Muslim berjaya menawan mereka pada tahun 1233
H.
Senada dengan apa yang ditulis oleh IMAM IBN ABIDIN, ada pula dari kalangan ulama MADZHAB MALIKI, IMAM AHMAD BIN MUHAMMAD AL-SHAWI AL-MALIKI, ulama terkemuka abad 12 Hijriah dan semasa dengan pendiri Wahhabi, berkata dalam 'HASYIYAH 'ALA TAFSIR AL-JALALAIN' sebagai berikut:
هَذِهِ اْلآَيَةُ نَزَلَتْ فِي الْخَوَارِجِ الَّذِيْنَ يُحَرِّفُوْنَ تَأْوِيْلَ الْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ وَيَسْتَحِلُّوْنَ بِذَلِكَ دِمَاءَ الْمُسْلِمِيْنَ وَأَمْوَالَهُمْ كَمَا هُوَ مُشَاهَدٌ اْلآَنَ فِيْ نَظَائِرِهِمْ وَهُمْ فِرْقَةٌ بِأَرْضِ الْحِجَازِ يُقَالُ لَهُمُ الْوَهَّابِيَّةُ يَحْسَبُوْنَ أَنَّهُمْ عَلىَ شَيْءٍ أَلاَ إِنَّهُمْ هُمُ الْكَاذِبُوْنَ. (حاشية الصاوي على تفسير الجلالين، ٣/٣٠٧).
“Ayat ini turun mengenai orang-orang KHAWARIJ, yaitu mereka yang mendistorsi penafsiran al-Qur’an dan Sunnah, dan oleh sebab itu mereka menghalalkan darah dan harta benda kaum Muslimin sebagaimana yang terjadi dewasa ini pada golongan mereka, yaitu kelompok di negeri Hijaz yang disebut dengan aliran WAHHABIYYAH, mereka menyangka bahwa mereka akan memperoleh sesuatu (manfaat), padahal merekalah orang-orang pendusta.”
(Hasyiyah al-Shawi ‘ala Tafsir al-Jalalain, juz 3, hal. 307).
Tidak ketinggalan dari kalangan ulama MADZHAB HANBALI, IMAM MUHAMMAD BIN ABDULLAH BIN HUMAID AL-NAJDI pun berkata dalam kitabnya 'AL-SUHUB AL-WABILAH 'ALA DHARAIH AL-HANABILAH ketika menulis biografi Syaikh Abdul Wahhab, ayah pendiri Wahhabi, sebagai berikut:
عَبْدُ
الْوَهَّابِ بْنُ سُلَيْمَانَ التَّمِيْمِيُّ النَّجْدِيُّ وَهُوَ وَالِدُ
صَاحِبِ الدَّعْوَةِ الَّتِيْ انْتَشَرَشَرَرُهَا فِي اْلأَفَاقِ لَكِنْ
بَيْنَهُمَا تَبَايُنٌ مَعَ أَنَّ مُحَمَّدًا لَمْ يَتَظَاهَرْ
بِالدَّعْوَةِ إِلاَّ بَعْدَمَوْتِ وَالِدِهِ وَأَخْبَرَنِيْ بَعْضُ مَنْ
لَقِيْتُهُ عَنْ بَعْضِ أَهْلِ الْعِلْمِ عَمَّنْ عَاصَرَ الشَّيْخَ
عَبْدَالْوَهَّابِ هَذَا أَنَّهُ كَانَ غَاضِبًا عَلىَ وَلَدِهِ مُحَمَّدٍ
لِكَوْنِهِ لَمْ يَرْضَ أَنْ يَشْتَغِلَ بِالْفِقْهِكَأَسْلاَفِهِ وَأَهْلِ
جِهَتِهِ وَيَتَفَرَّسُ فِيْه أَنَّهُ يَحْدُثُ مِنْهُ أَمْرٌ .فَكَانَ
يَقُوْلُ لِلنَّاسِ: يَا مَا تَرَوْنَ مِنْ مُحَمَّدٍ مِنَ الشَّرِّ
فَقَدَّرَ اللهُ أَنْ صَارَ مَاصَارَ وَكَذَلِكَ ابْنُهُ سُلَيْمَانُ
أَخُوْ مُحَمَّدٍ كَانَ مُنَافِيًا لَهُ فِيْ دَعْوَتِهِ وَرَدَّ عَلَيْهِ
رَدًّا جَيِّداًبِاْلآَياَتِ وَاْلآَثاَرِ وَسَمَّى الشَّيْخُ سُلَيْمَانُ
رَدَّهُ عَلَيْهِ ( فَصْلُ الْخِطَابِ فِي الرَّدِّ عَلىَمُحَمَّدِ بْنِ
عَبْدِ الْوَهَّابِ ) وَسَلَّمَهُ اللهُ مِنْ شَرِّهِ وَمَكْرِهِ مَعَ
تِلْكَ الصَّوْلَةِ الْهَائِلَةِ الَّتِيْأَرْعَبَتِ اْلأَبَاعِدَ
فَإِنَّهُ كَانَ إِذَا بَايَنَهُ أَحَدٌ وَرَدَّ عَلَيْهِ وَلَمْ يَقْدِرْ
عَلَى قَتْلِهِ مُجَاهَرَةًيُرْسِلُ إِلَيْهِ مَنْ يَغْتَالُهُ فِيْ
فِرَاشِهِ أَوْ فِي السُّوْقِ لَيْلاً لِقَوْلِهِ بِتَكْفِيْرِ مَنْ
خَالَفَهُوَاسْتِحْلاَلِ قَتْلِهِ. اهـ (ابن حميد النجدي، السحب الوابلة
على ضرائح الحنابلة، ٢٧٥).
“Abdul Wahhab bin Sulaiman al-Tamimi al-Najdi, adalah ayah pembawa dakwah Wahhabiyah, yang percikan apinya telah tersebar di berbagai penjuru. Akan tetapi antara keduanya terdapat perbedaan. Padahal Muhammad (pendiri Wahhabi) tidak terang-terangan berdakwah kecuali setelah meninggalnya sang ayah. Sebagian ulama yang aku jumpai menginformasikan kepadaku, dari orang yang semasa dengan Syaikh Abdul Wahhab ini, bahwa beliau sangat murka kepada anaknya, karena ia tidak suka belajar ilmu fiqih seperti para pendahulu dan orang-orang di daerahnya. Sang ayah selalu berfirasat tidak baik tentang anaknya pada masa yang akan datang. Beliau selalu berkata kepada masyarakat, “Hati-hati, kalian akan menemukan keburukan dari Muhammad.” Sampai akhirnya takdir Allah benar-benar terjadi. Demikian pula putra beliau, Syaikh Sulaiman (kakak Muhammad bin Abdul Wahhab), juga menentang terhadap dakwahnya dan membantahnya dengan bantahan yang baik berdasarkan ayat-ayat al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Syaikh Sulaiman menamakan bantahannya dengan judul Fashl al-Khithab fi al-Radd ‘ala Muhammad bin Abdul Wahhab. Allah telah menyelamatkan Syaikh Sulaiman dari keburukan dan tipu daya adiknya meskipun ia sering melakukan serangan besar yang mengerikan terhadap orang-orang yang jauh darinya. Karena setiap ada orang yang menentangnya, dan membantahnya, lalu ia tidak mampu membunuhnya secara terang-terangan, maka ia akan mengirim orang yang akan menculik dari tempat tidurnya atau di pasar pada malam hari karena pendapatnya yang mengkafirkan dan menghalalkan membunuh orang yang menyelisihinya.”
(Ibn Humaid al-Najdi, al-Suhub al-Wabilah ‘ala Dharaih al-Hanabilah, hal. 275).
SEMAKIN KUAT HUJJAH ASWAJA, SEMAKIN DALAM MENOHOK WAHABI
Komentar
Posting Komentar