Nashiruddin Al Albani ( Kesalahan - Kecacatan - Arogansi - Kelemahan )
Al Albani si wahabi yang penuh kontroversial dengan Penyimpangan - Kebohongan - Kelicikan |
Banyak yang bertanya siapa Albani. Inilah profil dan riwayatnya. karena panjang, dimohon dibaca dengan sabar.
Muhammad Nashiruddin al-Albani adalah tokoh dan pujaan dalam bidang hadits bagi sekte Wahhabiyyah, baik di Indonesia atau di luar Indonesia. Penilaian haditsnya diakui oleh mereka dan bahkan mereka sangat fanatik dalam mengambil agama darinya.
Selain hal tersebut, bagi para Salafiyyah, al-Albani adalah seorang alim di bidang hadits, bahkan ada pula yang sangat mengkultuskan dia sebagai salah satu jajaran huffazhul hadits masa kini. Akan tetapi di sisi lain ketika Sayyid Muhammad Alawi al-Maliki yang mendapat julukan “Muwaththa’ berjalan” karena beliau hafal isi kitab hadits al-Muwaththa’ Imam Malik, dinobatkan secara tidak resmi sebagai Muhadditsul Haramain, maka Salafiyyah ramai-ramai komplain dan menentangnya dengan alasan yang tidak jelas.
Muhammad Nashiruddin al-Albani adalah salah seorang ulama Syam (Yordania) pemerhati ilmu hadits kontemporer. Dia banyak menulis kitab-kitab hadits dan takhrij hadits , diantaranya adalah Silsilah Ahadits al-Dhaifah, Irwaul Ghalil fi takhrijil ahadits al-Manar as-Sabil, Shahih al-Jami’ as-Shaghir wa ziyadatuh, Shahih at-Targhib wa at-Tarhib, Shahih Ibni Majah, Silsilah Ahadits ash-Shahihah, Kitab Shifati Shalat an-Nabi, Tahdzir as-Sajid, Kitab az-Zifaf, Shahih Sunan Abi Daud dan lain-lain yang berkaitan dengan hadits-hadits Nabi.
Namun, selain dia dianggap banyak salah dan tanaqudh (keterangan satu dengan yang lain saling kontradiktif) dalam kitab-kitabnya, yang menurut Sayyid Hasan Assegaf mencapai 7000 kesalahan atau pertentangan, dia juga dikenal sebagai pendukung berat sekte Wahhabiyah yang dianut oleh sebagian masyarakat Arab Saudi. Dia juga populer dengan pernyataannya yang anti madzhab atau taqlid. Sayyid Hasan Assegaf juga mengatakan tentang tidak bolehnya berpedoman pada kitab-kitab al-Albani, lantaran kesalahannya yang begitu banyak dalam menilai hadits.
Al-Albani juga dikenal gemar mencela ulama, seperti yang dilakukannya kepada al-Hafizh al-Munawi, as-Subki, al-Hakim, as-Suyuthi, adz-Dzahabi, al-Mundziri, Ibnu Hibban dan lain-lain. Lebih jelasnya, silahkan baca kitab Qamus Syataim, yakni kitab yang secara khusus mencatat ucapan-ucapan al-Albani yang mencela para ulama atau orang-orang yang mengkritiknya.
Menurut al-Allamah Abdullah al-Ghumari, mengutip dari ulama yang hidup semasa dengan al-Albani, bahwa al-Albani tidak hafal banyak matan hadits apalagi sanadnya, dia hanya gemar membaca kitab-kitab hadits kemudian merasa dirinya adalah seorang penghafal hadits dan lalu tampil mendhaifkan hadits yang shahih dan mencela para ulama. Dia juga mengklaim derajat al-Hafizh sudah terputus dan juga berani merubah hukum yang dicetuskan ulama dengan buruk, mendhaifkan hadits shahih atau hasan, bahkan Shahih al-Bukhari dan Muslim juga tidak selamat dari mulut buruknya. Silahkan membaca kitab ar-Rad ala al-Bani karya Syaikh Abdullah al-Ghumari cet. Darul Masyari’ Bairut.
Al-Albani pernah juga menduduksamakan fiqih Hanafiyyah dengan injil Nasrani dalam hal sama-sama merubah syariat. Lihat jelasnya dalam Alla Madzhabiyyah karya Dr. Muhammad Said Ramadhan al-Buthi.
Al-Albani pernah mengharamkan wanita memakai kalung emas, padahal vonis tersebut telah menabrak ijma’ ulama.
Al-Albani mengatakan jika madzhab Imam-Imam Mujtahid bukan termasuk agama. Lalu pertanyaan dari kami, berapa ribu ulama yang disesatkan al-Albani jika demikian?!
Al-Albani mengatakan bahwa membuat dalil tentang keharusan mengikuti madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Ahmad yang diikuti oleh ribuan ulama adalah dalil yang batil. Dan al-Albani kemudian mengambil dalil “Dan sebagian besar manusia tidak akan beriman walaupun kamu sangat menginginkannya” (QS. Yusuf. 103) dan “Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah” (QS. Al-An’am. 116). Lihatlah, al-Albani telah mengeksploitasi dalil Al-Qur’an yang sebenarnya ditujukan untuk kaum kafir dan lalu menggunakannya untuk menyerang ulama pengikut madzhab.
Al-Albani mengingkari sejarah bahwa masyarakat Iraq banyak yang mengambil fiqih dari Abdullah bin Mas’ud, dan Masyarakat Hijaz mengambil fiqih dari Abdullah bin Umar, padahal pengingkaran tersebut bertentangan dengan apa yang dikatakan Ibnu Qayyim dalam I’lam al-Muwaqqi’in (I/21) yang mendukung sejarah tersebut.
Al-Albani mengatakan hadits dhaif mutlak tidak boleh digunakan dalam hal apapun meskipun didukung amal maupun fatwa ulama. Padahal vonis syadz tersebut bertentangan dengan ketetapan ulama ahli hadits dan ahli fiqih.
Al-Albani juga mendukung pembohongan yang dilakukan oleh al-Khajandi, pengarang kitab al-Kuras yang isinya menentang pengikut madzhab. Pengarang al-Kuras mengeksploitasi perkataan Ibnu Hazm, Ibnu Qayyim dalam I’lam al-Muwaqqi’in dan Syah Waliyullah ad-Dihlawi dalam Hujjatullah al-Balighah dan al-Inshaf, al-Ghazali dalam al-Mushtashfa dan as-Syathibi dalam al-I’tisham dalam mendukung sikap antinya bermadzhab. Dan kala terjadi perdebatan antara al-Albani dengan Dr. Muhammad Said Ramadhan al-Buthi, al-Albani begitu gigih membela pengarang al-Kuras tersebut dan memberikan ta’wil-ta’wil yang khusus bagi Salafiyyah. Lebih jelasnya baca Alla Madzhabiyyah!
Al-Albani mengatakan jika tingkatan manusia dalam memahami dalil agama terdapat 3 tingkatan, yakni mujtahid, muttabi’ dan muqallid, padahal dalam kitab-kitab ushul tingkatan itu hanya ada dua, yakni mujtahid dan muqalid. Akan tetapi al-Albani tidak pernah dapat menampilkan dalil ilmiah yang mendukung klaimnya tersebut. Bahkan salah seorang pengikut Salafiyyah ketika berdebat dengan Dr. Muhammad Said Ramadhan al-Buthi dan beliau menantang Salafi tersebut untuk membuktikan secara ilmiah dan menunjukkan referensi yang valid, Salafi tersebut tidak mampu menjawab. Dan benar saja, sebagaimana yang kerap kami baca, Salafiyyah membuat-buat ucapan dan mengutip perkataan ulama dengan eksploitasi pengertiannya dengan semau gue! Mereka merasa yang dilakukannya ketika mengikuti ulama Salafi adalah bagian dari ittiba’ dalam memahami Al-Qur’an dan as-Sunnah dan itu tidak tercela, dan jika selain kelompok mereka mengikuti ulama ahlussunnah dalam memahami nash-nash agama dikatakannya sebagai taqlid yang tercela.
Diantara kecacatan al-Albani adalah dia mencela ulama madzhab Asy’ari dan al-Maturidi. Dengan begitu sangat jelas bahwa al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani, Imam an-Nawawi, Imam Abu Bakar al-Baqillani, as-Subki dan ulama lain pengikut Asy’ariyyah telah dicela dan disesatkan oleh al-Albani.
Al-Albani mengatakan dalam tahiyyat shalat tidak boleh membaca Assalamu ‘Alaika Ayyuhan Nabiyyu dan harus diganti Assalamu Ala an-Nabiyyi.
Al-Albani disinyalir kuat, baik sadar atau tidak, telah mengkafirkan al-Bukhari yang menta’wili ayat sifat. Hal itu karena al-Albani mengkafirkan ulama yang menta’wil ayat sifat.
Begitulah beberapa catatan buruk al-Albani yang tidak layak dilakukan oleh seorang ahli hadits terpercaya. Dan sesungguhnya masih banyak lagi, bahkan ribuan kesalahan dan tanaqudh yang mencapai 7000 yang sudah banyak dijelaskan oleh Sayyid Hasan Assegaf dalam kitabnya. Ucapan-ucapan buruk al-Albani terhadap ulama-ulama Islam juga telah ditulis secara rapi oleh Sayyid Hasan Assegaf dengan judul Qamus Syataim. Namun ironisnya, di saat al-Albani mengetahui bahwa dirinya banyak melakukan salah analisa dalam hadits, ia justru menghina Sayyid Hasan Assegaf dengan ucapan-ucapan yang sangat buruk dan tidak layak dilayangkan terhadap keturunan Rasullallah . Bukannya berterima kasih dan bersyukur karena ada seseorang yang mau memberikan nasehat-nasehat terhadapnya. Bukankah Umar bin Khaththab pernah berkata, “Semoga Allah merahmati orang-orang yang menunjukkan kesalahanku”.
Dr. Muhammad Said Ramadhan al-Buthi menceritakan bahwa ada satu kitab yang ditulis untuk menentang dirinya dengan tulisan jelas bahwa pengarangnya adalah Muhammad 'Id Abbasi. Padahal, kitab tersebut tidak ditulis dan dikarang olehnya, akan tetapi ditulis oleh Muhammad Nashiruddin al-Albani, Mahmud Mahdi al-Istanbuli dan Khairuddin wa-nili. Sedangkan Muhammad 'Id tidak ikut andil sama sekali kecuali menulis sebagian kecil pembahasan saja. Dan hal itu diakui Mahmud Mahdi sendiri kepada Haji Adnan shahabat Dr. Muhammad Said Ramadhan al-Buthi. Lantas bagaimana hukum menisbatkan satu ucapan kepada orang lain? Bagaimana pula syari’at menilai orang seperti itu? Itulah salah satu sifat Nashiruddin al-Albani yang tidak jantan dan bertanggung jawab.
Pernah terjadi debat antara al-Albani dengan Dr, Muhammad Said Ramadhan al-Buthi tentang kaidah Lazim al-Madzhab Laisa bi Madzhab. Dan dalam sesi debat tersebut, fakta bahwa al-Albani begitu tidak mampu menjelaskan maksud kaidah tersebut dengan baik, sampai pada akhirnya Dr. Muhammad Said Ramadhan al-Buthi menganggap debat tersebut tidak ada gunanya.
Dan karena bid’ah-bid’ah al-Albani yang begitu banyak, maka banyak ulama yang maju menulis tentang kesalahan dan kesesatan al-Albani. Diantaranya adalah Syaikh Abdullah al-Harari, Mufti India Syaikh Habibullah al-A’dhami, Sayyid Hasan as-Saqqaf, Syaikh Abdullah al-Ghumari, Abdul Aziz al-Ghumari, Muhammad Said Mamduh, Isma’il al-Anshari, Syaikh Muhammaad al-Khazraji, Badruddin Hasan ad-Dimasyqi, Muhammaad Arif ad-Dimasyqi, dan Muhammad Hamdi al-Jawijati.
Demikian di atas adalah bagian dari nasehat dan mauizhah kami kepada sesama muslim untuk lebih tidak fanatik buta kepada seseorang yang tidak ma’shum, terutama kepada Muhammad Nashiruddin al-Albani. Seorang wali masyhur, Abu Ali ad-Daqqaq, pernah berkata, “Yang tidak mau berbicara kebenaran, maka ia adalah setan yang bisu”.
Nasihat: Sayyid Hasan bin Ali Assegaf dalam Tanaqudhat al-Albani al-Wadhihah juz 2 mengatakan: “Tidak boleh melakukan penilaian shahih atau dhaif dalam ilmu hadits kecuali seseorang yang telah membaca ilmu fiqih, ilmu ushul, ilmu arabiyah dan ilmu tauhid secara mendalam supaya dalam menilai hadits dapat dilakukan dengan akal yang cerdas, pemikiran yang mendalam, terjaga pikiran dan pendapatnya serta jauh dari sikap serampangan, brutal dan tergesa-gesa. Sehingga akan berdampak sangat fatal yaitu terjadi pengingkaran dan melemahkan hadits-hadits shahih hanya karena kapasitas pemahaman yang lemah, begitu pun sebaliknya”.
Dikutip dari buku BENTENG AHLUSSUNAH wal JAMAAH karya Nur Hidayat Muhammad, terbitan Nasyrul 'Ilmi publishing
Copas Dari Sini
Muhammad Nashiruddin al-Albani adalah tokoh dan pujaan dalam bidang hadits bagi sekte Wahhabiyyah, baik di Indonesia atau di luar Indonesia. Penilaian haditsnya diakui oleh mereka dan bahkan mereka sangat fanatik dalam mengambil agama darinya.
Selain hal tersebut, bagi para Salafiyyah, al-Albani adalah seorang alim di bidang hadits, bahkan ada pula yang sangat mengkultuskan dia sebagai salah satu jajaran huffazhul hadits masa kini. Akan tetapi di sisi lain ketika Sayyid Muhammad Alawi al-Maliki yang mendapat julukan “Muwaththa’ berjalan” karena beliau hafal isi kitab hadits al-Muwaththa’ Imam Malik, dinobatkan secara tidak resmi sebagai Muhadditsul Haramain, maka Salafiyyah ramai-ramai komplain dan menentangnya dengan alasan yang tidak jelas.
Muhammad Nashiruddin al-Albani adalah salah seorang ulama Syam (Yordania) pemerhati ilmu hadits kontemporer. Dia banyak menulis kitab-kitab hadits dan takhrij hadits , diantaranya adalah Silsilah Ahadits al-Dhaifah, Irwaul Ghalil fi takhrijil ahadits al-Manar as-Sabil, Shahih al-Jami’ as-Shaghir wa ziyadatuh, Shahih at-Targhib wa at-Tarhib, Shahih Ibni Majah, Silsilah Ahadits ash-Shahihah, Kitab Shifati Shalat an-Nabi, Tahdzir as-Sajid, Kitab az-Zifaf, Shahih Sunan Abi Daud dan lain-lain yang berkaitan dengan hadits-hadits Nabi.
Namun, selain dia dianggap banyak salah dan tanaqudh (keterangan satu dengan yang lain saling kontradiktif) dalam kitab-kitabnya, yang menurut Sayyid Hasan Assegaf mencapai 7000 kesalahan atau pertentangan, dia juga dikenal sebagai pendukung berat sekte Wahhabiyah yang dianut oleh sebagian masyarakat Arab Saudi. Dia juga populer dengan pernyataannya yang anti madzhab atau taqlid. Sayyid Hasan Assegaf juga mengatakan tentang tidak bolehnya berpedoman pada kitab-kitab al-Albani, lantaran kesalahannya yang begitu banyak dalam menilai hadits.
Al-Albani juga dikenal gemar mencela ulama, seperti yang dilakukannya kepada al-Hafizh al-Munawi, as-Subki, al-Hakim, as-Suyuthi, adz-Dzahabi, al-Mundziri, Ibnu Hibban dan lain-lain. Lebih jelasnya, silahkan baca kitab Qamus Syataim, yakni kitab yang secara khusus mencatat ucapan-ucapan al-Albani yang mencela para ulama atau orang-orang yang mengkritiknya.
Menurut al-Allamah Abdullah al-Ghumari, mengutip dari ulama yang hidup semasa dengan al-Albani, bahwa al-Albani tidak hafal banyak matan hadits apalagi sanadnya, dia hanya gemar membaca kitab-kitab hadits kemudian merasa dirinya adalah seorang penghafal hadits dan lalu tampil mendhaifkan hadits yang shahih dan mencela para ulama. Dia juga mengklaim derajat al-Hafizh sudah terputus dan juga berani merubah hukum yang dicetuskan ulama dengan buruk, mendhaifkan hadits shahih atau hasan, bahkan Shahih al-Bukhari dan Muslim juga tidak selamat dari mulut buruknya. Silahkan membaca kitab ar-Rad ala al-Bani karya Syaikh Abdullah al-Ghumari cet. Darul Masyari’ Bairut.
Al-Albani pernah juga menduduksamakan fiqih Hanafiyyah dengan injil Nasrani dalam hal sama-sama merubah syariat. Lihat jelasnya dalam Alla Madzhabiyyah karya Dr. Muhammad Said Ramadhan al-Buthi.
Al-Albani pernah mengharamkan wanita memakai kalung emas, padahal vonis tersebut telah menabrak ijma’ ulama.
Al-Albani mengatakan jika madzhab Imam-Imam Mujtahid bukan termasuk agama. Lalu pertanyaan dari kami, berapa ribu ulama yang disesatkan al-Albani jika demikian?!
Al-Albani mengatakan bahwa membuat dalil tentang keharusan mengikuti madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Ahmad yang diikuti oleh ribuan ulama adalah dalil yang batil. Dan al-Albani kemudian mengambil dalil “Dan sebagian besar manusia tidak akan beriman walaupun kamu sangat menginginkannya” (QS. Yusuf. 103) dan “Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah” (QS. Al-An’am. 116). Lihatlah, al-Albani telah mengeksploitasi dalil Al-Qur’an yang sebenarnya ditujukan untuk kaum kafir dan lalu menggunakannya untuk menyerang ulama pengikut madzhab.
Al-Albani mengingkari sejarah bahwa masyarakat Iraq banyak yang mengambil fiqih dari Abdullah bin Mas’ud, dan Masyarakat Hijaz mengambil fiqih dari Abdullah bin Umar, padahal pengingkaran tersebut bertentangan dengan apa yang dikatakan Ibnu Qayyim dalam I’lam al-Muwaqqi’in (I/21) yang mendukung sejarah tersebut.
Al-Albani mengatakan hadits dhaif mutlak tidak boleh digunakan dalam hal apapun meskipun didukung amal maupun fatwa ulama. Padahal vonis syadz tersebut bertentangan dengan ketetapan ulama ahli hadits dan ahli fiqih.
Al-Albani juga mendukung pembohongan yang dilakukan oleh al-Khajandi, pengarang kitab al-Kuras yang isinya menentang pengikut madzhab. Pengarang al-Kuras mengeksploitasi perkataan Ibnu Hazm, Ibnu Qayyim dalam I’lam al-Muwaqqi’in dan Syah Waliyullah ad-Dihlawi dalam Hujjatullah al-Balighah dan al-Inshaf, al-Ghazali dalam al-Mushtashfa dan as-Syathibi dalam al-I’tisham dalam mendukung sikap antinya bermadzhab. Dan kala terjadi perdebatan antara al-Albani dengan Dr. Muhammad Said Ramadhan al-Buthi, al-Albani begitu gigih membela pengarang al-Kuras tersebut dan memberikan ta’wil-ta’wil yang khusus bagi Salafiyyah. Lebih jelasnya baca Alla Madzhabiyyah!
Al-Albani mengatakan jika tingkatan manusia dalam memahami dalil agama terdapat 3 tingkatan, yakni mujtahid, muttabi’ dan muqallid, padahal dalam kitab-kitab ushul tingkatan itu hanya ada dua, yakni mujtahid dan muqalid. Akan tetapi al-Albani tidak pernah dapat menampilkan dalil ilmiah yang mendukung klaimnya tersebut. Bahkan salah seorang pengikut Salafiyyah ketika berdebat dengan Dr. Muhammad Said Ramadhan al-Buthi dan beliau menantang Salafi tersebut untuk membuktikan secara ilmiah dan menunjukkan referensi yang valid, Salafi tersebut tidak mampu menjawab. Dan benar saja, sebagaimana yang kerap kami baca, Salafiyyah membuat-buat ucapan dan mengutip perkataan ulama dengan eksploitasi pengertiannya dengan semau gue! Mereka merasa yang dilakukannya ketika mengikuti ulama Salafi adalah bagian dari ittiba’ dalam memahami Al-Qur’an dan as-Sunnah dan itu tidak tercela, dan jika selain kelompok mereka mengikuti ulama ahlussunnah dalam memahami nash-nash agama dikatakannya sebagai taqlid yang tercela.
Diantara kecacatan al-Albani adalah dia mencela ulama madzhab Asy’ari dan al-Maturidi. Dengan begitu sangat jelas bahwa al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani, Imam an-Nawawi, Imam Abu Bakar al-Baqillani, as-Subki dan ulama lain pengikut Asy’ariyyah telah dicela dan disesatkan oleh al-Albani.
Al-Albani mengatakan dalam tahiyyat shalat tidak boleh membaca Assalamu ‘Alaika Ayyuhan Nabiyyu dan harus diganti Assalamu Ala an-Nabiyyi.
Al-Albani disinyalir kuat, baik sadar atau tidak, telah mengkafirkan al-Bukhari yang menta’wili ayat sifat. Hal itu karena al-Albani mengkafirkan ulama yang menta’wil ayat sifat.
Begitulah beberapa catatan buruk al-Albani yang tidak layak dilakukan oleh seorang ahli hadits terpercaya. Dan sesungguhnya masih banyak lagi, bahkan ribuan kesalahan dan tanaqudh yang mencapai 7000 yang sudah banyak dijelaskan oleh Sayyid Hasan Assegaf dalam kitabnya. Ucapan-ucapan buruk al-Albani terhadap ulama-ulama Islam juga telah ditulis secara rapi oleh Sayyid Hasan Assegaf dengan judul Qamus Syataim. Namun ironisnya, di saat al-Albani mengetahui bahwa dirinya banyak melakukan salah analisa dalam hadits, ia justru menghina Sayyid Hasan Assegaf dengan ucapan-ucapan yang sangat buruk dan tidak layak dilayangkan terhadap keturunan Rasullallah . Bukannya berterima kasih dan bersyukur karena ada seseorang yang mau memberikan nasehat-nasehat terhadapnya. Bukankah Umar bin Khaththab pernah berkata, “Semoga Allah merahmati orang-orang yang menunjukkan kesalahanku”.
Dr. Muhammad Said Ramadhan al-Buthi menceritakan bahwa ada satu kitab yang ditulis untuk menentang dirinya dengan tulisan jelas bahwa pengarangnya adalah Muhammad 'Id Abbasi. Padahal, kitab tersebut tidak ditulis dan dikarang olehnya, akan tetapi ditulis oleh Muhammad Nashiruddin al-Albani, Mahmud Mahdi al-Istanbuli dan Khairuddin wa-nili. Sedangkan Muhammad 'Id tidak ikut andil sama sekali kecuali menulis sebagian kecil pembahasan saja. Dan hal itu diakui Mahmud Mahdi sendiri kepada Haji Adnan shahabat Dr. Muhammad Said Ramadhan al-Buthi. Lantas bagaimana hukum menisbatkan satu ucapan kepada orang lain? Bagaimana pula syari’at menilai orang seperti itu? Itulah salah satu sifat Nashiruddin al-Albani yang tidak jantan dan bertanggung jawab.
Pernah terjadi debat antara al-Albani dengan Dr, Muhammad Said Ramadhan al-Buthi tentang kaidah Lazim al-Madzhab Laisa bi Madzhab. Dan dalam sesi debat tersebut, fakta bahwa al-Albani begitu tidak mampu menjelaskan maksud kaidah tersebut dengan baik, sampai pada akhirnya Dr. Muhammad Said Ramadhan al-Buthi menganggap debat tersebut tidak ada gunanya.
Dan karena bid’ah-bid’ah al-Albani yang begitu banyak, maka banyak ulama yang maju menulis tentang kesalahan dan kesesatan al-Albani. Diantaranya adalah Syaikh Abdullah al-Harari, Mufti India Syaikh Habibullah al-A’dhami, Sayyid Hasan as-Saqqaf, Syaikh Abdullah al-Ghumari, Abdul Aziz al-Ghumari, Muhammad Said Mamduh, Isma’il al-Anshari, Syaikh Muhammaad al-Khazraji, Badruddin Hasan ad-Dimasyqi, Muhammaad Arif ad-Dimasyqi, dan Muhammad Hamdi al-Jawijati.
Demikian di atas adalah bagian dari nasehat dan mauizhah kami kepada sesama muslim untuk lebih tidak fanatik buta kepada seseorang yang tidak ma’shum, terutama kepada Muhammad Nashiruddin al-Albani. Seorang wali masyhur, Abu Ali ad-Daqqaq, pernah berkata, “Yang tidak mau berbicara kebenaran, maka ia adalah setan yang bisu”.
Nasihat: Sayyid Hasan bin Ali Assegaf dalam Tanaqudhat al-Albani al-Wadhihah juz 2 mengatakan: “Tidak boleh melakukan penilaian shahih atau dhaif dalam ilmu hadits kecuali seseorang yang telah membaca ilmu fiqih, ilmu ushul, ilmu arabiyah dan ilmu tauhid secara mendalam supaya dalam menilai hadits dapat dilakukan dengan akal yang cerdas, pemikiran yang mendalam, terjaga pikiran dan pendapatnya serta jauh dari sikap serampangan, brutal dan tergesa-gesa. Sehingga akan berdampak sangat fatal yaitu terjadi pengingkaran dan melemahkan hadits-hadits shahih hanya karena kapasitas pemahaman yang lemah, begitu pun sebaliknya”.
Dikutip dari buku BENTENG AHLUSSUNAH wal JAMAAH karya Nur Hidayat Muhammad, terbitan Nasyrul 'Ilmi publishing
Copas Dari Sini
Kadzabta!!! Bertakwa kepada Allah, akhi... Karena azdab Allah itu nyata dan benar-benar dashsyat, terutama bagi orang yang berbicara tanpa ilmu.. dan Anda telah berbicara tanpa ilmu!! Anda hanya membeo perkataan-perkataan orang tanpa mengetahui kebenarannya. Anda merasa pintar padahal pada hakikatnya justru Anda menampakkan kebodohon Anda sendiri. Segera bertaubat akhi, karena jika Anda tidak bertaubat, Demi Allah tidak akan keberkahan untukmu didunia dan di akhirat. Hatimu akan selalu penuh dengan kegelisahan, masalah-masalah akan menerpamu tanpa henti, dan di akhirat nanti Allah akan menghinakanmu dan mengadzabmu dengan penderitaan yang tidak pernah terlintas oleh akal manusia. Bertakwalah kepada Allah, akhi
BalasHapusSemoga si penulis dapat mempertanggung jawabkan semua kebohongan ini kelak di hadapan Allah ajja wa jalla. Semoga Allah memberi mu hidayah-Nya ya akhi.
BalasHapus